You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Kolono
Desa Kolono

Kec. Bungku Timur, Kab. Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah

Mateantina

Administrator 11 Januari 2024 Dibaca 5 Kali
Mateantina

     Alkisah pada zaman dahulu kala, di suatu tempat di pedalaman Pulau Sulawesi bernama Bungku, hidup dan tinggallah seorang raja bersama anak perempuannya. Raja tersebut bergelar Peapua Sangiang Kinambuka yang merupakan raja pertama di daerah itu. Ia memiliki seorang anak perempuan berparas cantik yang bernama Putri Fafombinge. Karena kecantikan dan keelokan parasnya maka banyak para penduduk kampung yang menginginkannya menjadi seorang istri. Tak hanya terkenal karena kecantikannya, ia juga dikenal sebagai seorang pemanah yang baik. Kepiawaiannya dalam memanah telah ia buktikan dengan seringnya ia menjuarai kejuaraan memanah yang diadakan oleh kerajaan. Pada umumnya, para putri kerajaan memiliki image anggun, piawai berdandan, dan memiliki tutur kata yang halus. Tetapi Putri Fafombinge tidaklah demikian. Ia memiliki kepribadian wanita tangguh dan suka berpetualang menjelajah ke hutan. Seperti menjadi rutinitas wajibnya, setiap harinya ia berkelana ke hutan mencoba mengasah kemampuannya dalam memanah. Ia tidak memanah hewan-hewan yang dilihatnya karena takut menyakiti dan membunuh mereka, sebaliknya ia mengasah keterampilan memanahnya dengan cara memanah pohon. Pada pohon tersebut diberi tanda tertentu seperti X sebagai titik pijakan busur.

           Pada suatu hari, tiba-tiba Raja Peapua jatuh sakit sehingga kondisi kerajaan menjadi kacau. Untuk meredamkannya, raja memanggil Putri Fafombinge untuk membicarakan masalah pengalihan kepemimpinan kerajaan. Tetapi untuk mencapai hal tersebut, raja menginginkan Putri Fafombinge menikah dengan seorang pangeran dari Kerajaan Buton. Bukan tanpa alasan raja menghendaki putrinya menikah dengan pangeran dari Kerajaan Buton, tetapi pada saat itu Kerajaan Buton sedang menjalin hubungan bilateral dengan Kerajaan Bungku. Dalam hal ini untuk menguatkan hubungan tersebut, maka Raja Peapua berinisiatif menjodohkan putrinya. Putri Fafombinge lantas tak setuju dengan keputusan ayahnya. Ia menginginkan suaminya adalah lelaki yang dicintainya bukan pilihan ayahnya. Walaupun ia adalah seorang putri kerajaan yang akan meneruskan estafet kerajaan, tetapi ia belumlah siap menerima pinangan dari pangeran Kerajaan Buton yang sama sekali belum pernah ia temui. Sekeras apapun Putri Fafombinge menolak keputusan ayahnya, dengan tegas ayahnya mengatakan bahwa Putri Fafombinge tetaplah harus menikah dengan pangeran tersebut. Karena kecewa dan kesal pendapatnya tidak diterima, Putri Fafombinge keluar dari kerajaan menuju hutan belantara untuk menenangkan diri. Ya, tempat yang membuat dia merasa nyaman adalah hutan di mana tak seorangpun yang dapat mengganggunya ketika ia mengeluarkan keluh-kesahnya. Ia tak sendirian tetapi ditemani oleh dayangnya yang bernama Ine Bolu beserta beberapa pengawal kerajaan. Dulunya Ine Bolu merupakan dayang dari permaisuri Raja Peapua yang bernama Waode Mpeoti. Tetapi setelah permaisuri mangkat dan melahirkan seorang putri maka Ine Bolu kemudian menjadi dayang putri dan menemani sang putri sampai beranjak dewasa.

           Putri Fafombinge mengendarai kuda bersama Ine Bolu dan pengawalnya menjelajah hutan belantara. Bukan ingin melarikan diri dari kerajaan karena tak ingin dipersunting oleh pangeran dari Kerajaan Buton, Putri Fafombinge hanya berniat untuk menghilangkan kejenuhan dan mencari ketenangan. Sepanjang jalan Putri Fafombinge hanya diam dan sesekali menghela napas sehingga membuat Dayang Ine Bolu mendekatinya dan menanyakan perihal apa yang ada dalam pikirannya.

“Apa yang kau pikirkan putri ? mengapa wajahmu terlihat sedih ?” tanya dayang Ine Bolu dengan tenang

“Raja ingin menjodohkan aku dengan pangeran dari Kerajaan Buton tetapi aku menentangnya. Aku terlihat menyedihkan karena menolak keputusan seorang ayah yang telah membesarkan aku” jawab Putri Fafombinge dengan suara lirih

“Apa yang membuat kamu menolak perjodohan itu ? ketahuilah kerajaan kita sedang dalam kondisi kacau karena raja sedang sakit dan kamu adalah satu-satunya keturunannya yang akan melanjutkan kerajaan ini” imbuh Dayang Ine Bolu mencoba menjelaskan perkara kasus kepada Putri Fafombinge

“Aku tahu tetapi aku ingin menikah dengan lelaki yang aku cintai bukan dengan lelaki yang aku kenal melalui perjodohan” jawab Putri Fafombinge dengan tegas berharap Dayang Ine Bolu mengerti apa yang dia inginkan

“Jikalau demikian, apa yang akan kau lakukan nantinya ? titah raja harus dilaksanakan dan tidak boleh ditentang walaupun oleh keluarganya sendiri bukan ?” tambah Dayang Ine Bolu sambil menatap putri dengan tenang seolah ia merasakan hal yang dialami putri

“Aku … aku …. aku”

           Putri Fafombinge tak meneruskan perkataannya. Ia hanya duduk terdiam lesu di atas kuda putih kesayangannya. Dalam pikiran heningnya ia memang tak memiliki rencana lain kecuali menerima pinangan dari pangeran Buton tersebut. Ia juga tak tahu apa yang akan dilakukan nantinya. Yang ada di dalam pikirannya sekarang hanyalah mencari ketenangan dan sejenak mencoba melupakan permasalahan yang sedang dihadapinya. Melihat putri yang dilanda kesedihan karena perjodohan tersebut, segera Dayang Ine Bolu mencoba menghiburnya dengan cara mengajaknya berlomba kuda. Tetapi sesaat perlombaan akan dimulai, terlihat sekawanan hewan bertanduk menyerang putri. Mereka merasa terganggu dengan kedatangan putri karena masuk dalam wilayah di mana manusia dilarang masuk. Para pengawal putri bergegas bertindak dan menyuruh putri dan Dayang Ine Bolu melarikan diri secepat mungkin. Akhirnya putri dan dayangnya pontang-panting memacu kudanya ke dalam hutan belantara tanpa memiliki tujuan. Mereka harus menyelamatkan diri dari kawanan hewan buas tersebut, sedangkan para pengawalnya bertahan melindungi putri dan bertarung melawan hewan buas tersebut.

          Setelah merasa aman dan mendapatkan tempat perlindungan, putri beristrahat sambil bersandar pada sebuah pohon besar. Selang beberapa saat setelah ia menenangkan diri, ia langsung menaiki kembali kudanya. Tak lantas hal tersebut langsung membuat dayang Ine Bolu bingung.

“Hendak kemana kau putri dan apa yang akan kau lakukan ?” tanya Dayang Ine Bolu dengan perasaan khawatir

“Aku tidak ingin menjadi seorang pengecut karena lari dari masalah. Aku tidak bisa membiarkan mereka mati bersimpah darah sedang aku di sini bernafas dengan tenang. Aku harus menyelamatkan mereka”. Jawab putri dengan tegas

“Tidak, tidak, aku tak akan membiarkan kamu kembali ke tempat itu. Kamu akan menghadapi bahaya besar jika kamu kembali” tambah Dayang Ine Bolu sambil meraih tangan putri, memberikan isyarat bahwa dia tak mengizinkan putri kembali

“Maafkan aku, tapi aku harus kembali” Putri melepaskan tangan dayang Ine Bolu “Aku adalah penerus raja dan aku akan melindungi rakyatku yang mengalami kesulitan. Aku tak akan membiarkan mereka mati dengan sia-sia hanya untuk seorang yang lemah seperti aku ini” tambah putri sambil memacu kudanya meninggalkan Dayang Ine Bolu yang masih setengah tidak percaya terhadap keputusan putri

       Putri Fafombinge memacu kudanya dengan cepat, berharap segera sampai dan menyelamatkan pengawal-pengawalnya yang berjuang mengalahkan hewan buas tersebut. Dayang Ine bolu yang ditinggalkan Putri Fafombinge juga tak tinggal diam, ia segera menaiki kudanya dan menyusul sang putri sesegera mungkin. Benar saja ketika sang putri sampai di tempat yang ia tuju, ia melihat para pengawalnya sedang berjuang mati-matian mengalahkan hewan buas yang dalam bahasa Bungku disebut OnuaOnua memiliki badan yang dihiasi dua pola warna, yaitu warna putih dan hitam, memiliki tanduk kuat dan kokoh yang ia gunakan untuk menyerang musuhnya ketika ia merasa terancam. Onua-onua tersebut menyerang dengan ganas menggunakan tanduk mereka sehingga beberapa dari pengawal putri bersimpah darah karena terkena tandukan onua. Putri lantas tak tinggal diam melihat penderitaan para pengawalnya ia langsung mengambil anak panah dan menembakkannya pada sekawanan onua tersebut. Beberapa kali ditembakkannya panah dan itu selalu berhasil mengenai hewan tersebut. Melihat teman mereka tertembak anak panah membuat onua lain yang tidak terkena tembakan lari menjauh ke dalam hutan. Sedangkan onua yang tertembak terbujur kaku dan bersimpah darah di hadapan sang putri.

         Melihat putri yang berhasil mengusir sekawanan onua, membuat para pengawal langsung menghampirinya. Mereka berterima kasih kepada putri karena telah rela kembali dan menyelamatkan nyawa mereka.

“Terima kasih putri karena telah menyelamatkan nyawa kami. Kami rela dihukum mati karena telah lalai dalam menjaga keselamatan putri. Hukumlah kami putri karena kegagalan kami menyebabkan nyawa putri terancam” pinta para pengawal sambil bersujud di hadapan putri

“Sebagai soerang putri yang menerima cinta dari rakyatnya, segala cara akan aku lakukan untuk melindungi rakyatku walaupun nyawa adalah taruhannya” jawab sang putri dengan tegas dan menyuruh para pengawalnya untuk segera berdiri

            Setelah kejadian itu, mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke kerajaan. Tetapi di tengah perjalanan pulang mereka terkejut karena jalan yang mereka lewati tidak sama dengan jalan yang mereka lewati sebelumnya. Kondisi hutan yang gelap tanpa disinari matahari membuat mereka kewalahan dalam mencari jalan pulang. Cukup lama mereka mencari jalan pulang hingga sang putri melihat secercah sinar keluar dari sebuah pohon besar yang terletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Putri yang penasaran dengan kejadian itu memberanikan diri mendekati pohon tersebut hingga ketika ia masuk ke dalam pohon tersebut ia mendapatkan hal yang luar biasa. Dayang dan para pengawalnyapun dibuat takjub dengan apa yang mereka saksikan. Ya, dibalik sinar yang terdapat pada pohon tersebut terdapat sebuah gunung di mana tak satupun pohon yang tumbuh kecuali sebuah bunga yang baru mekar. Gunung tersebut sangat terjal dan mereka cukup beruntung karena berpijak tepat di puncak gunung tersebut. Sejauh mata memandang yang mereka saksikan hanyalah padang ilalang di mana tak satupun pohon yang tumbuh. Entah apa penyebabnya sehingga gunung tersebut tak memiliki satupun pohon yang tumbuh di atasnya.

         Putri fafombinge tak percaya dan tak mampu berkat-kata dengan apa yang baru dilihatnya. Tetapi karena kondisi gunung yang miring dan terjal mengurungkan niatnya untuk mendekati bunga mekar tersebut. Tiba-tiba putri teringat dengan perjodohan yang akan dilangsungkan dan ia mendapat ide akan hal tersebut. Ia segera memerintahkan pengawalnya untuk mencari jalan pulang sebelum hari gelap.

“Ine Bolu kita harus cepat kembali ke istana, aku ingin membicarakan masalah penting terkait dengan perjodohan tersebut” kata putri dengan tersenyum

“Apa itu putri ? apakah putri sudah bersedia menjadi permaisuri Pangeran Buton ?” tanya Dayang Ine Bolu penasaran

              Putri tak menjawab pertanyaan Dayang Ine bolu. Sebaliknya ia hanya melemparkan senyuman dibalik wajah cantiknya. Dayang ine bolu hanya mengernyitkan dahi tanda tak mengerti dengan arti senyuman yang dilayangkan putri kepadanya. Tetapi ia percaya bahwa putri pasti memiliki rencana terkait dengan perjodohan tersebut. Sekembalinya para pengawal yang telah mendapatkan jalan pulang, putri segera memacu kudanya. Ia tak sabar bertemu dengan raja dan memberitahukan perihal penting tentang perjodohan yang akan dilangsungkan.

                Raja yang mengkawatirkan sang putri karena kepergiannya dari istana terkejut dan sekaligus senang melihat putri berjalan menghampirinya. Putri datang ke istana bersama dayang dan para pengawalnya dalam kondisi selamat. Putri segera meminta maaf karena telah membuat raja khawatir. Ia merasa sikap kekanak-kanakannya telah membuat seisi kerajaan merasa cemas apalagi ditambah kondisi kerajaan yang kacau karena raja sedang dilanda sakit. Putri duduk di samping ayahnya yang sedang terbaring sakit, ia kemudian menyampaikan perihal perjodohan yang telah mereka bicarakan sebelumnya.

“Ayah, aku telah memikirkan perjodohan yang ayah bicarakan. Aku akan menikah tetapi dengan satu syarat” kata putri dengan mantap di hadapan ayahnya

“Syarat apa yang kau maksud putri ?” tanya raja penasaran dengan pernyataan putri

“Aku ingin mengadakan sayembara. Siapapun berhak untuk mengikutinya tetapi mereka harus mendaki gunung yang terletak jauh di dalam hutan” jawab putri meyakinkan raja akan keinginannnya

“Tapi gunung itu berada jauh di dalam hutan dan tak ada seorangpun yang pernah mendakinya. Itu sangat terjal dan berbahaya putri” kata raja sambil menggeleng-gelengkan kepala tanda tak setuju dengan syarat yang diajukan putrinya

“Karena itulah aku mengadakan sayembara ayah. Mereka yang kuat, tangguh, dan berhasil mendaki gunung tersebut akan menjadi suamiku kelak” jawab putri dengan tatapan serius untuk meyakinkan ayahnya

“Baiklah kalau itu yang kamu inginkan. Aku akan menyuruh hulubalang untuk menyampaikan kepada seluruh negeri perihal sayembara yang kau ajukan” kata raja dan kemudian memanggil hulubalangnya

              Setelah hulubalang menyampaikan kepada seluruh negeri bahwa Kerajaan Bungku akan mengadakan sayembara, membuat banyak orang yang bersuka-cita. Akhirnya tiba masa putri yang mereka cintai memiliki pendamping dan melanjutkan tongkat pemerintahan kerajaan. Berita tersebut juga sampai pada tujuh pangeran bersaudara dari seorang raja yang berkuasa di daerah Luwu. Ketujuh pangeran tersebut memiliki wajah rupawan dan mereka bersedia untuk mengikuti sayembara yang diadakan. Tak seorangpun dari mereka yang mau mengalah dalam persaingan tersebut karena mereka telah dibuai oleh kecantikan putri yang memang tersohor di seluruh negeri. Selain ketujuh pengeran tersebut, juga ikut serta pangeran Buton yang pada awalnya memang dijodohkan dengan sang putri.

              Mereka pun mempersiapkan diri agar terlihat menarik di hadapan sang putri. Mulai dari merias diri agar terlihat lebih rupawan, memakai pakaian dan perhiasan mahal demi status sosial, melatih kekuatan diri seperti memanah yang merupakan keahlian dari sang putri. Dengan maksud sang putri akan terpikat dan memilih mereka yang memiliki keterampilan yang sama dengannya. Maka ketika tiba masanya, berangkatlah mereka menuju Kerajaan Bungku tempat sang putri berada. Perjalanan yang memakan waktu berhari-hari itu tak mengurungkan niat dan semangat mereka untuk segera mengikuti sayembara. Tetapi untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, beberapa dari kapal yang mengangkut para peserta kandas diterpa ombak. Salah satunya adalah kapal milik pangeran dari Kerajaan Buton. Bagian buritan dari kapal tersebut hancur dihantam ombak dan terbalik sebelum mencapai tujuan. Kapal tersebut kemudian dinamakan “Kapala” yang mana dalam bahasa bungku berarti kapal terbalik. Sampai sekarang rekam jejak dari kapal tersebut masih bisa kita saksikan di Desa Kapala, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.

              Mereka yang selamat dari hantaman ganasnya ombak di daerah tersebut kemudian melanjutkan perjalanan ke istana Kerajaan Bungku. Sesampainya di istana, mereka disambut dengan tari-tarian yang dikenal dengan nama lumindaLuminda sendiri berasal dari bahasa bungku di mana tarian tersebut ditujukan untuk menyambut tamu yang datang ke Kerajaan Bungku. Setelah acara penyambutan selesai, mereka kemudian diarahkan ke aula tempat sang raja dan putri menunggu kedatangan mereka. Sang putri yang duduk di samping raja terlihat memakai pakaian kebesaran kerajaan sehingga membuatnya terlihat anggun dan aura kecantikannya semakin terpancar. Siapapun yang melihatnya akan dibuat takjub dan tak berhenti berdecak kagum melihat kecantikannya. Ternyata jawaban atas pertanyaan mereka selama ini tentang kecantikan putri yang tersohor sudah menemukan jawabannya. Ya, putri telah berada di depan mata mereka dan tak lama lagi akan menjadi istri jikalau mereka berhasil memenangkan sayembara. Dengan demikian, semangat bertarung untuk memenangkan sayembara tersebut semakin tak terbendung dan membuat mereka lupa diri dan congkak akan kemampuan mereka masing-masing.

               Raja memerintahkan hulubalang untuk membacakan tata cara sayembara yang akan diadakan. Dalam bacaannya dijelaskan bahwa sayembara akan dimenangkan oleh mereka yang berhasil sampai di puncak dan berbaring di atas pangkuan sang putri. Namun untuk mencapai hal tersebut mereka harus mendaki gunung yang terletak nun jauh di dalam hutan sedang sang putri akan duduk di puncak gunung menunggu kedatangan mereka. Selama ini, tak seorang pun yang berani untuk mendaki gunung tersebut dikarenakan kondisi gunung yang terjal dan akses yang sulit. Tetapi berkat pohon ajaib di hutan belantara ketika putri menghilang, akhirnya ia menemukannya. Sang putri tidak memberitahukan cara mudah untuk mencapai puncak gunung tersebut, dia ingin melihat keseriusan dan kemampuan para pangeran yang ingin mempersuntingnya.

              Tibalah saatnya bagi mereka untuk melaksanakan syarat yang diajukan oleh putri. Sebelumnya mereka telah mempersiapkan segala kebutuhan yang akan mereka gunakan nantinya, seperti bahan makanan, obat-obatan, hingga alat pertahanan diri. Berangkatlah mereka untuk menunaikan kewajiban yang diamanahkan. Semangat bertanding yang kuat membuat mereka tak takut untuk menyelami hutan belantara. Bagi seorang pangeran, menjadi hal lumrah untuk mengalahkan rasa takut yang ada dalam diri mereka. Bagaimana mereka harus memimpin sebuah kerajaan jika hati mereka dililiti oleh rasa takut dan ketidakmampuan untuk mengalahkannya. Tujuh pangeran bersaudara dari Kerajaan Luwuk yang juga ikut serta mencoba mencari jalan pintas tetapi apa daya ketika terpisah dari rombongan, mereka dihadang oleh sekawanan onua yang sebelumnya sempat menyerang sang putri. Onua-onua tersebut tidak mengizinkan manusia memasuki daerah mereka sedang para pangeran tersebut harus melewati daerah mereka agar dapat menuju gunung tempat sayembara akan diadakan. Akhirnya mereka tak mempunyai pilihan selain bertarung melawan para onua. Kemampuan mereka tak bisa dianggap remeh karena mereka sejak kecil telah dilatih dalam ilmu bela diri. Tetapi, sekawanan onua tersebut juga tak mudah dikalahkan karena mereka memiliki tanduk kuat yang menjadi alat pertahanan diri mereka. Di sisi lain para peserta yang mengikuti jalur menuju gunung juga dihadang oleh sekawanan onua. Ternyata, selama ini gunung tersebut dijaga oleh para onua yang tidak mengizinkan manusia untuk memasukinya. Pantas saja banyak manusia yang tidak kembali ketika mereka berniat mendaki gunung karena dihadang oleh para onua. Mereka pun terlibat pertarungan sengit tetapi kawanan onua menghadang serangan yang diarahkan kepada mereka, sehingga dengan mudahnya para peserta tersebut dikalahkan. Di sisi lain, salah seorang dari ketujuh pangeran bersaudara meninggal karena terkena tandukan dari onua tepat di jantungnya. Ia jatuh bersimpah darah, saudaranya yang lain berniat membantu tetapi takdir Tuhan berkehendak lain sehingga mereka tetap melanjutkan perjalanan mereka.

           Akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Mereka pun mempersiapkan diri untuk menaklukan gunung yang terjal tersebut sedang putri berada di puncak menunggu kedatangan mereka. Baru saja mereka tiba, salah satu dari keenam pangeran jatuh terperosok ke dalam sebuah lubang. Ia meninggal karena ketika berjuang melawan sekawanan onua sebelumnya, ia terkena tandukan onua. Tanduk onua tersebut menembus ususnya sehingga terjadi pendarahan di dalam tubuhnnya. Dengan demikian tersisa lima orang yang akan berjuang untuk mendapatkan hati sang putri. Mereka mulai mendaki dan mencoba mengalahkan medan gunung yang terjal. Bebatuan besar dan tanah yang longsor ketika diinjak menyulitkan langkah kaki mereka. Tetapi semangat dan tekad yang kuat berpacu lebih cepat sehingga medan yang terjal dapat mereka taklukan. Tiba-tiba terdengar suara bebatuan yang longsor dari puncak gunung dan mengenai dua pangeran. Mereka akhirnya jatuh bersama-sama dengan longsoran batu sedang yang lainnya berhasil menghindar. Mereka yang selamat semakin berhati-hati dalam berpijak dan waspada jika tiba-tiba terdapat longsoran batu.

            Tibalah mereka dipertengahan gunung dan tak lama lagi bakal mencapai puncak gunung. Mereka semakin gesit dalam menaklukan bebatuan di hadapan mereka karena tak ingin dikalahkan. Walaupun mereka bersaudara satu sama lain tetapi semangat pertarungan mereka berapi-api sehingga satu sama lain saling berkompetisi untuk memenangkan pertandingan. Tak lama lagi mereka akan mencapai puncak tempat sang putri berada, tetapi ketika akan mencapai puncak salah satu dari pangeran tersebut terjatuh karena kelelahan setelah cukup lama mendaki gunung. Tubuhnya tak mampu lagi mendaki gunung sehingga ketika tangannya meraih salah satu batu yang berada di puncak, tangannya tak mampu meraihnya dan ia terjun bebas ke bawah.

             Akhirnya tersisa dua pengeran tampan di puncak tempat sang putri berada. Baru saja mereka sampai salah seorang pengeran langsung merebahkan dirinya di atas tanah. Saudaranya mengira dia hanya istirahat tetapi ketika ia berjalan mendekatinya, barulah ia sadar ternyata saudaranya telah meninggal. Sehingga sekarang yang tersisa hanyalah dirinya seorang. Ia kemudian berjalan perlahan ke hadapan putri sambil tersenyum karena ternyata ia berhasil mengalahkan peserta lain dan berhasil menaklukan beratnya medan yang harus mereka lalui. Putri pun mempersilahkan sang pangeran agar berbaring di atas pangkuannya sebagai pertanda bahwa dialah pemenang dari sayembara yang diadakan. Ia pun menuruti perkataan putri. Ia menatap sang putri lama sehingga membuat merasa malu dan memalingkan mukanya.

“Mengapa kau berpaling ? aku hanya ingin melihat wajahmu.” Tanya sang pangeran kepada putri

“Aku tak pantas diperhatikan seperti itu. pangeran menatapku terlalu lembut sehingga membuat jantungku berdetak tak karuan

“Maafkan aku karena telah membuatmu tak nyaman. Sekarang biarkan aku tidur untuk beberapa saat. Tenagaku terkuras habis setelah menaklukan gunung terjal ini” sang pangeran berkata kepada putri sambil tersenyum

“ Baiklah kalau begitu “ jawab sang putri dengan malu

             Pangeran pun tidur untuk beberapa saat. Cukup lama ia tidur sehingga membuat sang putri cemas. Tetapi ia tak kuasa membangungkan sang pangeran karena ia merasa pangeran tidur pulas karena kecapean. Telah lama ia menunggu sang pangeran bangun tetapi hal yang dia inginkan tak kunjung terjadi. Akhirnya ia memberanikan diri untuk membangunkannya. Namun apa daya sang pangeran telah meninggal di pangkuan sang putri. Putri pun menangis dan tak bisa membendung kesedihannya karena pangeran yang nantinya akan menjadi suaminya malah meninggal di pangkuannya sendiri karena sayembara yang ia canangkan. Jadi walhasil tidak ada satupun lelaki yang berhasil menjadi suaminya karena kesemuanya telah meninggal. Akhirnya putri pun hidup sendiri tanpa memiliki seorang suami sampai maut datang menjemputnya.

                Sejak kejadian itu, sebuah gunung yang ditumbuhi padang ilalang di Desa Kolono dinamakan “Mateantina” karena pada gunung tersebut banyak orang yang mate= meninggal karena memperebutkan seorang tina= wanita.

Sampai sekarang masyarakat di Desa Kolono percaya bahwa di sekitar lokasi Mateantina, mereka sama sekali tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat mengancam ekosistem lingkungan. Seperti di antaranya melakukan ilegal logging, menebang pohon, membakar hutan, membakar ilalang, dan sebagainya yang dapat merusak hutan. Jika hal tersebut dilakukan maka akan terjadi bencana alam seperti banjir bandang, angin ribut, hujan lebat, dan kabut tebal yang dapat mengancam kehidupan masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Selain itu, di Desa Kolono tersebut banyak perempuan yang sampai masa tuanya tidak memiliki seorang pendamping (perawan tua). Mereka percaya bahwa hal tersebut terjadi karena karma dari sang putri, sehingga ketika memilih pasangan hidup mereka tidak boleh terlalu memilih dan mengusulkan syarat-syarat yang berat. Karena jikalau demikian adanya maka mereka akan memiliki nasib yang sama dengan putri.

Sumber : https://jejakarkeolog.wordpress.com/2016/03/30/mateantina

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image